Sabtu, 13 Oktober 2012

SEJARAH LAHIRNYA AS’ADIYAH



SEJARAH LAHIRNYA AS’ADIYAH
Oleh :
Prof. Dr. H. Abd. Karim Hafid, M.A♣♣

As’adiyah adalah sebuah lembaga pendidikan islam swasta yang bergerak di bidang pendidikan dan da’wah Islam yang dirintis oleh almarhum al-Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad yang dikenal pula dengan panggilan Anregurutta Pungngaji Sade atau Gurutta Aji Sade. Beliau lahir di kota suci Mekah pada hari Senin 12 Rabiul Awal 1236 H. yang bertepatan dengan tahun 1907 M. 1
Ayahnya bernama Haji Abd. Rasyid bin Syekh Abd. Rahman yang sudah bermukim di kota suci Mekah, dan pihak ibunya bernama Sitti Shalehah binti Haji Teru yang juga merupakan sepupu dari Syekh Abd. Rahman.
Dari hasil perkawinan Haji Abd. Rasyid bin Abd. Rahman dengan Sitti Shalehah binti Haji Teru berasal dari turunan ulama daerah bugis Makassar.2 Dari perkawinan tersebut lahirlah Sembilan orang anak, diantaranya bernama Muhammad As’ad merupakan anak kedelapan dari Sembilan bersaudara.3




 
Tulisan ini dimuat dalam buku “As’adiyah Dulu, Kini, dan Akan Datang” oleh Pengurus Pusat Forum Komunikasi Mahasiswa Dan Alumni As’adiyah Makassar (PP.FKMA) Periode 2010-2011
♣♣ Guru Besar Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
1 Ummu Kalsum Yunus, Studi tentang Peranan As’adiyah dalam Memajukan Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, Skripsi, (Ujung Pandang, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin 1990), h. 13. Lihat pulaMuhammad Yunus Pasandreseng, Sejarah Lahir dan Pertumbuhan Pesantren As’adiyah Sengkang, (Sengkang, P.B. As’adiyah, 1989-1992), h. 42. Lihat pula Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, Departemen Agam, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993), h. 155-156
2 Dra. Ummu Kalsum, M.Pd. I, K.H. Muhammad As’ad, Pendiri Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, (Makassar, Alauddin Press. 2008), h.1.
3 I b I d., h.14.
Beliau dididik dan diajar oleh orang tuanya sendiri, sehingga hanya dalam usia 14 tahun (1921 M) beliau tamat menghafal al- Qur’an 30 Juz dengan hafalan yang baik dan benar berdasarkan aturan ilmu tajwid yang ada, dan pada tahun 1923 beliau sempat menghafal al- Fiyah 1000 bait. Dengan kelancaran dan kefasihannya menghafal al- Qur’an beliau diperkenankan oleh yang berkuasa di Mesjid Haram Mekah menjadi imam tarawih di Mesjid Haram selama 3 tahun berturut-turut masing-masing pada tahun 1340 H, 1341 H dan 1432 H. Sejak berumur 14-17 tahun.4
Beliau juga aktif mengikuti pengajian orang tuanya seperti: kitab-kitab Safinatun Najah, Sabdatul Aqaid, Jurumiah, ilmu sharaf dan Syarh Dahlan, Syarh al- Azhariyah, Syarh Ibn Aqil dan Tafsir al- Jalalain.
Pada usia 17 tahun (1942 M) beliau sudah mampu menghafal beberapa kitab (matan) antara lain. Sullam al- Mantiq. Mandzumatubnusy Syhniyah, dan an- Nuhbatul Azhariyah.5
Disamping itu beliau aktif mengikuti pengajian pesantren yang diadakan di Mesjidil Haram Mekkah, dengan guru-guru dari bermacam-macam bangsa seperti: asy- Syekh Umar Hamdan, Syekh Said Yamani, Syekh Nazirin, Syekh Jamal Aliki, Syekh Hasan Yamani, Syekh Abd. Jabbar, dan lain-lain.6
Beliau belajar di Madrasah al- Falah dan aktif mengikuti pengajian pesantren di mesjid Haram Mekah selama 7 tahun, setelah memperoleh ijazah dari madrasah al- Falah Mekah. Beliau ikut gurunya yang bernama Sayyid Ahmad Syarif as- Sunusy ke Madinah dan diangkat sebagai juru tulis atau sekretaris pribadi, seorang ulama besar di Madinah. Di samping itu beliau
 
4Ummu Kalsum Yunus, Studi tentang … op.cit., h. 2. Lihat pula Abd. Azis al- Bone. Lembaga Pendidkan Islam Di Sulawesi Selatan (Studi Kasus di Perguruan As’adiyah Sengkang), Laporan Penelitian, (Jakarta, Depag Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1986), h. 11.
5Dra. Ummu Kalsum, M.Pd.I, K.H. Muhammad As’ad … , op.cit., h. 15. Lihat pula Muhammad Yunus Pasanreseng, Sejarah…. Op.cit. h.45.
6I b I d., h.14.


itu beliau telah diizinkan memberi fatwa (selaku mufti).7
Al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad mempunyai kemapuan yang sangat keras dan cita-cita yang sangat tinngi dalam menuntut ilmu pengetahuan. Pada masa remaja beliau dalam usia 17 tahun telah ditinggalkan oleh ibunya karena memenuhi panggilan Allah swt., kemudian dalam waktu yang tidak begitu lama sekitar lima bulan setelah kematian ibunya, ayahnya yang merupakan pembimbing dan pendidik beliau yang utama dalam lingkungan keluarga juga mendapat panggilan dari Allah swt., dan keduanya dimakamkan di kota suci mekah.
Walaupun kematian ayah dan ibunya di tanah suci Mekah tidaklah menjadi halangan baginya untuk meneruskan cita-citanya yang mulia itu untuk menuntut ilmu pengetahuan, hingga dengan ketekunan dan kesabarannya dalam meniti karirnya di bidang ilmu pengetahuan dan pada usia 21 tahun ilmu yan telah diperolehnya bertambah mantap dan sempurna, yang pada akhirnya mengantar al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad menjadi seorang ulama yang terkenal di kota Mekah dan menjadi seorang ulama besar yang disegani.8
Dalam keberadaannya di kota suci Mekah beliau tidak hanya giat di lapangan ilmu pengetahuan, tetapi beliau juga senantiasa memonitor keadaan umat islam di tanah bugis khususnya umat Islam yang ada di Wajo dengan jalan mendengarkan berita-berita yang disampaikan jamaah haji yang sedang menunaikan ibadah haji di Makkah al- Mukarramah.
Di antara sekian banyak berita yang sangat menyakitkan hatinya ialah berita tentang kondisi masyarakat Wajo yang telah memeluk agama Islam,sebagaimana yang dikemukakan A. Razak Dg. Patunru bahwa masyrakat Wajo telah memeluk agama
  
7Ummu Kalsum, op. cit., h
8Ummu Kalsum Yunus, Studi tentang Peranan As’adiyah, Skripsi, op.cit., h. 14. Lihat pula Muh. Hatta Walinga, Kiyai Haji Muhammad As’ad Hidup Dan Perjuangannya, Skripsi, (Ujung Pandang, Fakultas Adab, 1401 H), h. 5.


agama Islam sejak dari tahun 1610 M, yaitu pada masa memerintah raja Wajo yang XIV, La Sangkuru Patau, dan setelah memeluk agama Islam diberi nama Arab Sultan Abdur Rahman.9 Meskipun masyarakat Wajo telah memeluk agama Islam namun kenyataanya banyak yang ke luar dari ajaran aqidah Islam yang sebenarnya. Hal ini disebabkan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala, khufarat dan takhyul, bid’ah, taklid yang menyesatkan mereka dari ajaran Islam yang sebenarnya, penyembahan terhadap berhala, tarekat-tarekat batil. Dan pada waktu itu masih ada kepercayaan akan roh dari nenek moyang yang dapat menjelma pada anak cucu yang dinamakan adongkokeng. Juga suka memakai jimat atau batu aqik yang dianggap dapat membawa nasib baik pada orang yang memakainya, bahkan di Sulawesi Selatan pada umumnya. Di samping itu perjudian perampokan dan lain sebagainya meraja lelah. Masyarakat betul-betul buta terhadap ilmu pengetahuan dan agama.
Hal yang demikian inilah yang menggerakkan dan mendorong hati beliau untuk kembali ke tanah asalnya yaitu tanah bugis Wajo, di mana saat itu keadaan da’wah Islamiyah sangatlah suram, mesjid dan mushallah sepi dan kurang, madrasah-madrasah dapat dikatakan tidak ada. Melihat keadaan yang demikian, maka tergeraklah keinginannya untuk memperbaiki masyrakat, dengan tujuan akan meluruskan aqidah umat Islam yang telah rusak sesuai apa yang ada dalam al- Qur’an dan Sunnah Rasulullah.10
Ajakan masyarakat dan keinginan al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad, maka pada tahun 1928 M/1347 H dalam usia 21 tahun beliau meninggalkan kota tempat kelahirannya tanah suci Mekah bersama-sama dengan paman beliau bernama H. Abdurrahman Chatib Wattang Belawa. Dalam perjalannya ke kampong halamannya beliau menyempatkan
  
9Lihat A. Razak Dg. Patunru, Sejarah Wajo (Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, 1964), h. 56.
10Ensiklopedi Islam 1, (Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 M  ), h. 178.

Menyempatkan singgah ke Singapura, Johor Malaysia, dan Pontianak, dan beliau tiba di Sengkang ibu kota Kabupaten Wajo Propensi Sulawesi Selatan pada bulan Rabiul Akhir 1347 H/1928 M.11
Beliau merasa berkewajiban dan bertanggung jawab atas segala kesesatan yang dialami masyarakat Wajo, karena berita tentang kesesatan itu telah berulang kali didengar dari masyarakat Wajo yang berkunjung ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji itu. Maka dengan tekat yang bulat serta niat yang suci yaitu ingin melepaskan masyarakat Wajo yang pada umumnya masih ada hubungan kekeluargaanya itu, serta memurnikan ajaran-ajaran Islam. Dan pada kesempatan ini pulalah saatnya beliau memanfaatkan ilmu pengetahuan yang telah dituntut selama ini.
Langkah yang pertama ditempuh oleh beliau setelah berada di kota Sengkang Kabupaten Wajo ialah mengadakan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian, di samping itu beliau tidak lupa mengadakan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama dan pemerintah.
Usaha yang pertama-tama beliau lakukan ialah membuka lembaga pesantren 1347 H/1928 M. Dari pesantren inilah beliau mulai melancarkan pelajaran penyiaran da’wah Islamiyah ke seluruh lapisan masyarakat. Mula-mula pengajian-pengajian di pesantren itu dilakukan di rumah kediaman beliau sendiri tetapi karena murid semakin bertambah banyak akhirnya dipindahkan ke mesjid Jami’ Sengkang,.12 setelah memperoleh izin pemerintah Wajo. Dan dengan modal serambi mesjid Jami’ yang ada, diadakan juga sekolaj madrasah dengan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I).13
Keberhasilan beliau mempelopori pembangunan mesjid Jami’, tentunya tidak lepas daripada dukungan dan kerja sama yang baik dari masyarakat, pemuka agama dan pemerintah.
  


 
11Dra. Ummu kalsum, M.Pd.I, K.H. Muhammad As’ad … ,op.cit,. h. 21. Lihat pula, Abd. Azis al- Bone, loc.cit.,h
12I b I d., h.3.
 13Abd. Azis al- Bone, loc. Cit., h

Dari hasil pendekatan dan kerja sama yang baik yang telah dilakukan oleh al- Allamah asy-Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad terhadap masyarakat, pemuka agama dan pemerintah, maka kegiatan da’wah dan pengajian-pengajian semakin hari semakin berkembang, dan cita-cita beliau untuk memperbaiki aqidah masyarakat Wajo sesuai dengan aqidah Islam yang sebenarnya dapat berhasil.
Hal ini terbukti dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, sejak kedatangannya di Sengkang sampai pada hari wafatnya 12 Rabiul Akhir 1372 H/ 29 Desember 1952 M. beliau dapat mengubah keadaan masyarakat Wajo dari kegelapan kepada cahaya kebenaran ajaran aqidah Islamiyah, malah kota Sengkang dapat menjadi pusat pendidikan agama Islam dengan berhasilnya beliau mendirikan sebuah Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I).14
Pada awal pembukaan madrasah ini hanya tingkat tahdhiriyah 3 tahun, dan anak didik duduk bersila disamping Selatan mesjid Jami’ Sengkang. Oleh karena anak didik berdatangan banyak dari daerah luar Wajo seperti Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera, dengan memiliki pengetahuan agama yang bermacam-macam tingkatannya, bahkan ada yang belum mengetahui apa-apa tentang Islam, maka di dalam mengatur waktu anak didik masuk (diterima) menjadi pelajar tidak terikat sama sekali dengan tahun ajaran baru, begitu pula umur anak didik tersebut. Anak-anak yang baru masuk setelah diuji seperlunya, dimasukkan ke kelas yang sesuai dengan pengetahuan agamanya, sedang umur tidak terlalu ditekankan.
Setelah tingkat Tahdhiriyah 3 tahun lalu diadakan tingkat ibtidaiyah 4 tahun, dan setelah itu diadakan pula tingkat Tsanawiyah 3 tahun. Tenaga Tsanawiyah inilah yang menjadi guru bantu bila guru-guru tetap berhalangan mengajar karena sakit atau bepergian. Demikian pengaturan yang dilaksanakan oleh pendiri As’adiyah ini. Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I) berjalan dengan tenaga-tenaga guru yang lebih bersifat sukarela


 
14K.H.M. Yunus martan, Buku Setengah Abad As’adiyah, (Sengkang, Pimpinan pusat As’adiyah, 1982), h. 2.

Sukarela, bahkan pengetahuan di bidang dana pun belum begitu diperhatikan.
Baru pada tahun 11936 M, anak didik Ibtidaiyah dan Tsanawiyah sudah duduk di bangku dan mempunyai meja tulis. Adapun anak didik tingkat Tahdhiriysh tetap duduk bersila di samping mesjid Jami’, demikian pula halnya anak didik penghafal al- Qur’an.
Secara resmi beliau tidak membuka tingkat Aliyah, tetapi para guru-gurunya (yang membantunya) tetap belajar terus sepanjang kemampuannya dengan menamatkan beberapa kitab agama islam yang lebih tinggi yang pernah dipelajarinya.15
Kemudian pada bulan Zulhijjah 1348 H/Mei 1930 M. pesantren tersebut dikembangkan dengan mendirikan sebuah madrasah yang diberi nama dengan “Madrasah Arabiyah Islamiyah” yang disingkat M.A.I sebagai suatu bagian dari pendidikan madrasah itu berarti bahwa al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad menempuh suatu cara baru dalam dunia pendidikan yaitu penggabungan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem madrasah. Sistem ini sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hamid bahwa Perguruan As’adiyah adalah salah satu lembaga pendidikan yang tergolong modern.16
Madrasah Arabiyah Islamiyah ini mempunyai corak tersendiri jika dibanding pada periode sebelumnya, yaitu pelajaran yang diajarkan hanya terdiri dari bidang studi agama semata-mata, dan murid-muridnya hanya terdiri dari pria saja, pada umumnya pengajian itu diberikan pada waktu selesai shalat Azar, shalat Magrib, dan sesudah shalat Subuh. Selain itu dibuka pula Tahfidul Qur’an khusus membina santri-santri membaca dan menghafal al- Qur’an.
Kurikulum yang dipakai pada madrasah tersebut yaitu gabungan dari sistem madrasah al- Falah di kota Mekah, sistem 
  
15I b I d., h.
16Taufiq Abdullah (ed), Agama dan Perubahan Sosial (Cet. 1; Jakarta: CV. Rajawali, t. th.) h. 368


sistem al- Azhar di Mesir, dan sistem kurikulum madrasah-madrasah di Madinah. Maka dengan demikian tidak diherankan kalau dalam waktu singkat Madrasah Arabiyah Islamiyah mampu mencetak ulama-ulama, tokoh-tokoh Islam dan kader-kader muballig yang membawa angin baru di tengah masyarakat Wajo khususnya dan masyarakat Sulawesi Selatan serta daerah sekitarnya.
Dengan adanya ulama dan tokoh-tokoh Islam yang dicetak oleh M.A.I. ini, maka lahirlah lembaga pendidikan Islam yang mengurus dirinya sendiri secara otonom dan diasuh olehlulusan M.A.I. sendiri, antara lain:
1.    Madrasah Darul Da’wah Wal- Irsyad (DDI), didirikan di Mangkoso (Barru) pada tahun 1938 M dan diasuh oleh Kiyai Haji Abd. Rahman Ambo Dalle.
2.    Yayasan Pendidkan Islam Ganra, didirikan di Ganra (Soppeng) pada tahun 1939 M dan diasuh oleh Kiyai Haji Abd. Rahman.
3.    Yayasan Perguruan Islam Boewe, yang didirikan di Watang Soppeng pada tahun 1961 M, diasuh oleh Kiyai Haji Daud Ismail.
4.    Ma’hadud Dirasatil Islamiyah Wal- Arabiyah, didirikan di Kita Madya Ujung Pandang tahun 1965 M, dan diasuh oleh Kiyai Haji Abd. Kadir Khalid, M.A.
Dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan tersebut, maka terlihatlah betapa besar jasa al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad pendiri M.A.I dalam pembangunan spiritual masyarakat dan bangsa.
Dalam menyebar luaskan da’wah Islamiyah, selain melaui media pendidikan pesantren dan madrasah, beliau juga aktif menulis buku-buku dan menerbitkan majalah yang meliputi masalah-masalah: aqidah, fiqh, tarikh, pengetahuan umum, fatwa-fatwa dan lain sebagainya. Majallah itu beliau namakan “al- Mauizatul Hasanah”, majalah bulanan. Tulisan-tulisan beliau dalam bentuk buku yaitu dua macam: ada yang diperuntukkan kepada masyarakat awam dan ada juga yang diperuntukkan kepada santri-santrinya, ada yang berbahasa Arab dan ada pula yang berbahasa bugis.

Adapun tulisan-tulisan beliau antara lain: 1). Izhar al- Hakikiyah tentang aqidah yang menyimpang dan macam-macam kemusyrikan, ditulis dalam bahasa bugis, 2). as-Sirah an- Nabawiyyah, ditulis dalam bahasa Arab dan bugis, 3). Kitab al- Aqaid, ditulis dalam bahasa bugis, 4). Kitab az- Zakah ditulis dalam bahasa bugis dan Indonesia, 5). Al- Kaukabul Munir, materi yang diajarkan di Madrasah, dalam bahasa Arab, 6). Ilmu Ushul Fiqh, ditulis dalam bahasa Arab, 7). Tuhfatul Faqir, syarah dan Kaukabul Munir, ditulis dalam bahasa Arab, 8). Irsyadul Ammah, membahas tentang shalat, ditulis dalam bahasa bugis, 9). Al- Ibrahimul Jahiliyah, ditulis dalam tiga bahasa, yaitu: bahasa Arab, Indonesia dan bugis, 10). Al- Akwibatul Mardiyah, tentang wajibnya khutbah jum’atitu berbahasa Arab, ditulis dalam tiga bahasa yaitu: bahasa Arab, Indonesia dan bugis, 11). Tafsir Surah an- Naba’, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bugis, 12). Nibrsun Nasik, berisi tentang manasik haji, ditulis dalam bahasa bugis, 13). Sabil as- Sawab, berisi tentang puasa, ditulis dalam bahasa bugis, dan Indonesia, 14). Majallah al- Mauidhatul Hasana,17 sayangnya tulisan-tulisan ini sudah sulit ditemukan.
Usaha-usaha tersebut di atas, nama beliau semakin masyhur ke pelosok-pelosok daerah Sulawesi Selatan, seperti Bone, Soppeng, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Kalimantan, Palu dan lain sebagainya.
Kedatangan beliau di daerah Wajo itu, adalah merupakan rahmat Allah swt,. Kepada masyarakat bugis khusus Wajo. Oleh sebab itu masyarakat Wajo sangat mengagumi dan hormat kepada beliau, dan dari kalangan masyarakat lahir panggilan penghormatan kepada beliau yaitu Anre Gurutta Aji Sade ri Sengkang, maksudnya Guru Besar kita Haji Muhammad As’ad di Sengkang.
Kemasyhuran nama beliau sebagai seorang ulama yang luas pengalamannya dan dalam ilmu pengetahuannya, membuat masyarakat tertarik kepadanya dan selalu ingin berhubungan
   
17Dra. Ummu Kalsum, M.Pd.I., K.H. Muhammad As’ad …, op.cit., h. 19.

berhubungan dengannya, sehingga daerah-daerah yang agak jauh dari tempat beliau itu meminta untuk didirikan madrasah di daerahnya agar ada hubungan antara mereka dengan beliau sekurang-kurangnya hubungan batin melalui madrasah  tersebut.
Dalam mengendalikan madrasah tersebut al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad dibantu oleh tiga orang ulama besar yaitu: Sayyid Abdullah Dahlan Garut, alumni madrasah kota mekah dan Madinah, Syekh Mahmud Abdul Jawad, bekas Wali Kolta dan mufti besar di kota Madinah. Kedua beliau itu yang membantunya mengatur kurikulum, sistem pendidikan serta organisasi dan administrasi Madrasah Arabiyah Islamiyah, sedang yang satu orang lagi yaitu Sayyid Ahmad “afifi, beliau adalah alumni Madrasah Azhar Qairo Mesir, yang membantunya mengatur bidang penghafalan sebagai salah satu cabang dari pendidikan yang diasuh dan dibina oleh al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad.18
Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama disertai dengan perjuangan yang gigih tanpa pamrih lewat pesantren dan madrasahnya, maka berangsur-angsurlah masyarakat Wajo meninggalkan adat kebiasaan mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam dan aqidah yang murni, dan kemudian mereka kembali berpegang kepada islam menuntun umat agar tidak terjerumus ke dalam ajaran-ajaran yang menyesatkan. Tempat-tempat berhala yang banyak dikunjungi untuk melepaskan nazar dan menyembah berhala telah hilang satu demi satu diganti dengan munculnya mesjid-mesjid dan mushallah-mushallah serta madrasah. Tokoh-tokoh penyembah berhala yang tadinya giat melayani berhala-berhala berubah menjadi pengurus mesjid atau madrasah. Kalau tadinya masyarakat menghabiskan hartanya untuk berpesta pora dalam upacara adat, kini mulai memperbaiki keadaan ekonominya serta
  
18Disadur dari Abu Hamid, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan, (Ujung Pandang, Lembaga Penerbitan UNHAS, 1997), h. 76

serta membantu urusan-urusan sosial seperti membangun mesjid dan mendirikan madrasah. Perubahan sikap dan perubahan pandangan masyarakat terhadap hidup dan kehidupan itu adalah berkat bimbingan al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad yang tiada mengenal lelah.
Madrasah dan pesantren ini pulalah semakin dikenal orang baik di daerah Wajo sendiri maupun di luar Kabupaten Wajo, malah sampai ke Kalimantan dan Sumatera, sehingga banyaklah pendatang yang datang ke daerah Wajo untuk menimba ilmu pengetahuan agama di bawah asuhan dan didikan langsung oleh al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad. Dari asuhan dan didikan beliau lahirlah ulama-ulama besar yang tersebar diberbagai daerah dan sekaligus melanjutkan perjuangan beliau.
 Al- Allamah asy- Syekh Kyai Haji Muhammad As’ad banyak jasanya dalam mengembangkan pendidikan agama Islam sebagai pelopor pemurnian ajaran agama Islam dan pembaharuan sistem pendidikan islam. Sistem pendidikan yang dirintis oleh Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad berbentuk Pondok Pesantren yang dilengkapi dengan sekolah-sekolah dengan menggunakan sistem klasikal sebagaimana dilakukan oleh sekolah-sekolah pada umumnya. Lembaga pendidikan Islam yang dirintis dan dikembangkan oleh Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad tersebut bernama Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I). Perguruan ini menunjukkan reputasi sebagai lembaga yang menjadi tempat penempahan dan pengkaderan tokoh-tokoh muballig dan pendidik agama Islam yang terletak di kota Sengkang Kabupaten Wajo ± 192 Km di sebalah timur Ujung Pandang (Makassar) ibu kota Propensi Sulawesi Selatan.19 Pada waktu itu sudah banyak permintaan yang datang dari berbagai daerah di Sulawesi untuk membuka cabang M.A.I. di daerahnya, namun Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad belum berkenan membuka cabang demi menjaga

  
19Ensiklopedi Islam, loc. Cit,. h.


menjaga keutuhan dan kesatuan M.A.I itu sendiri.
Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1372 H bertepatan tanggal 29 Desember 1952 M20 Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad berpulang kerahmatullah,. Hal ini sudah barang tentu dapat mengguncang M.A.I. Namun akhirnya para sesepuh M.A.I. di Sengkang Kabupaten Wajo bersepakat untuk memanggil dua orang alumni M.A.I. yakni Anregurutta Kiyai Haji Daud Ismail dan Anregurutta Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan. Mereka berdua diharapkan melanjutkan usaha yang telah dirintis oleh guru mereka. Kedua beliau itu mengabulkan permintaan sesepuh M.A.I. Sengkang dan bersedia pindah ke Sengkang. Anregurutta Kiyai Haji Daud Ismail melepaskan jabatanya sebagai Qadhi di Cenrana Bone dan Anregurutta Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan terpaksa harus meninggalkan sekolah yang dipimpinnya di Belawa Wajo, demi memenuhi permintaan para sesepuh M.A.I. di Sengkang.
Langkah pertama setelah Kiyai Haji Daud Ismail dan Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan memegang pimpinan Madrasah Arabiyah Islamiyah tersebut yaitu merubah nama Madrasah Arabiyah Islamiyah menjadi “Madrasah As’adiyah” yaitu mengambil nama almarhum al- Allamah as- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad sebagai kenangan dan mengabadikan nama guru mereka, nama Madrasah As’adiyah disingkat menjadi M.A. resmi dipakai pada tanggal 25 Sya’ban 1372 H/ 9 Mei 1953 M.21 Madrasah As’adiyah adalah salah satu pesantren tertua si Sulawesi Selatan yang didirikan oleh al- Allamah asy- Syekh Haji Muhammad As’ad pada tahun 1930. dengan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah.22
  
20Drs. Abd. Karim Hafid, dkk., Risalah As’adiyah dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Bugis di Pedalaman Sulawesi Selatan, Laporan Penelitian, (Sengkang, Perguruan Tinggi Islam As’adiyah Sengkang (PTIA), 1981/1982), h.8
21K.H.M. Yunus martan, Pimpinan Pusat As’adiyah …, op.cit, h.12.
22Dra. Ummu kalsum, M.Pd.I, Strategi Pembelajaran Pendidikan Akhlak Tasawuf dalam Pembentukan Kepribadian Muslim, (Makassar, Alauddin Press, 2008), h. 12.


Selanjutnya untuk kelancaran pengelolaan M.A. yang lebih baik dalam penanganan pembinaan madrasah maka pada tahun 1953 dibentuklah suatu Yayasan yang diberi nama Yayasan Perguruan As’adiyah disingkat Y.P.A pada tanggal 15 Oktober 1953 m dihadapan notaries B.E. Dietz di Makassar dengan akte nomor 29.23
Pada masa kepemimpinan Kiyai Haji Daud Ismail (1952-1961), didampingi oleh Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan, As’adiyah mengalami kemajuan antara lain:
1.Pembukaan cabang As’adiyah baik di dalam maupun di luar Sulawesi Selatan.
2.Pengembangan kurikulum, dimana selama ini digunakan kurikulum M.A.I. yang 100% pelajaran agama, maka pada masa ini kurikulum ini dimodifikasi sehingga menjadi 60 % bidang studi agama, dan 40 % pengetahuan umum.24
3.Dibuka jenis sekolah baru, yaitu Madrasah Menengah Pertama (MMP) tahun 1956 M. dan Madrasah Menengah Atas (MMA) tahun 1958 M, yang kurikulumnya 50 % bidang studi agama dan 50 % bidang studi umum.
4.Pelaksanaan Muktamar yang diadakan sekali dalam tiga tahun.
Pada tanggal 30 April 1961 M. Pimpinan Yayasan Perguruan As’adiyah diserahkan dari tangan Kiyai Haji Daud Ismail kepada Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan (1961-1986). Serah terima jabatan ini bukan karena disebabkan habisnya masa jabatan Kiyai Haji Daud Ismail, akan tetapi karena faktor pisik dan kesehatan yang tidak mengizinkan, ditambah lagi harapan masyarakat Soppeng agar beliau dapat kembali membina pendidikan agama di desanya Soppeng.
Sejak tanggal 30 April 1961 m, Pimpinan Yayasan Perguruan As’adiyah diserahkan ketangan Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan sebagi pimpinan tunggal. Pada periode kepemimpinannya, Madrasah As’adiyah mengalami perkembangan pesat.
  
23I b i d,. h.12 s/d 13.
24I b i d,.

               
Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan, antara lain:
1.    Pembukaan cabang As’adiyah semakin diperluas ke berbagai daerah baik dalam maupun di luar Sulawesi Selatan.
2.    Membuka Taman Kanak-kanak (TK) As’adiyah pada tahun 1963 M
3.    Membuka Sekolah Dasar (SD) As’adiyah pada tahun 1964 M.
4.    Membuka sekolah umum yaitu: Sekolah Menengah Pertama (SMP) As’adiyah dan Sekolah Menengah Atas (SMA) As’adiyah.
5.    Membuka Perguruan Tinggi Islam As’adiyah (PTIA) kemudian berubah nama Istitut Agama Islam As’adiyah (IAIA) didirikan pada tahun 1964 M yang terdiri dari tiga Fakultas: masing-masing Fakultas Ushuluddin, Syari’ah, dan Tarbiyah.
6.    Membuka Pendidikan Kader Ulama (Ma’hadud Dirasatil Islamiyah Ulya, untuk mengkader pemuda menjadi ulama muda, pada tahun 1984.
7.    Menerbitkan Majallah As’adiyah (1956) kemudian berubah namanya menjadi Risalah As’adiyah (1972), disebar ke cabang-cabang As’adiyah.
8.    Mendirikan Radio Suara As’adiyah (RSA), pada tahun 1969, disamping media informasi, juga menjadi sarana untuk pengajian pesantren.25
9.    Mendirikan Balai Pengobatan dan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA)
10.  Mendirikan Toko Kesejahteraan As’adiyah
11.  Mendirikan Koperasi As’adiyah
12.  Mendirikan Organisasi Pemuda dan Wanita As’adiyah
Inilah gambaran tentang sejarah lahirnya As’adiyah yang bermula dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I) yang didirikan oleh al- Allamah asy- Syekh Haji Muhammad As’ad.
  
25Abd. Karim Hafid, dkk., Risalah, op. cit., h.19. Lihat pula, Ensiklopedi Islam 1, Ichtiar…,op.cit,h.179.


Kemudian setelah al- Allamah asy- Syekh Haji Muhammad As’ad meninggal dunia pada tahun 1952 M, maka para sesepuh M.A.I. sepakat menunjuk Kiyai Haji Daud Ismail didampingi oleh Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan untuk menggantikan kedudukan beliau memimpin lembaga tersebut.
Langkah pertama mereka sepakati adalah merubah nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I) menjadi Madrasah As’adiyah yang disingkat menjadi M.A sebagai kenangan terhadap gurunya al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad. Perubahan nama tersebut pada tanggal 25 sya’ban 1372 H bertepatan pada tanggal 9 Mei 1953 M.
Makassar, 01 Ramadhan  1431 H
                                      12 Agustus 2011 M
























DAFTAR BACAAN

Abdullah, Taufiq (ed), Agama dan Perubahan Sosial, Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali,t. th.368

al- Bone, Abd. Azis, Lembaga Pendidikan Islam Di Sulawesi Selatan, Studi kasus di Perguruan As’adiyah Sengkang, Laporan Penelitian, Jakarta, Depag Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1986)

Dg. Patunru, A. Razak, Sejarah Wajo, Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, 1964.

Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, Departemen Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993.

Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 M.

Hamid, Abu, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan, Ujung Pandang, Lembaga Penerbitan UNHAS, 1997.

Kalsum, Ummu, Dra, M.Pd.I, K.H. Muhammad As’ad, Pendiri Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, Makassar, Alauddin Press, 2008.

--------- Kalsum, Ummu, Dra., M.Pd, Strategi Pembelajaran Pendidikan Akhlak Tasawuf dalam Pembentukan Kepribadian Muslim. Makassar, Alauddin Press. 2008

---------, Studi tentang Peranan As’adiyah dalam memajukan Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, Skripsi, Ujung Pandang, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin 1990.

Karim, Abd. Hafid.dkk., Risalah As’adiyah dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Bugis di Pedalaman Sulawesi Selatan, Sengkang, Perguruan Tinggi Islam As’adiyah Sengkang (PTIA), 1981/1982.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar