SEJARAH
LAHIRNYA AS’ADIYAH♣
Oleh
:
Prof. Dr. H. Abd. Karim Hafid, M.A♣♣
As’adiyah adalah sebuah lembaga pendidikan
islam swasta yang bergerak di bidang pendidikan dan da’wah Islam yang dirintis
oleh almarhum al-Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad yang dikenal pula
dengan panggilan Anregurutta Pungngaji Sade atau Gurutta Aji Sade. Beliau lahir
di kota suci Mekah pada hari Senin 12 Rabiul Awal 1236 H. yang bertepatan
dengan tahun 1907 M. 1
Ayahnya bernama Haji Abd. Rasyid bin Syekh Abd.
Rahman yang sudah bermukim di kota suci Mekah, dan pihak ibunya bernama Sitti
Shalehah binti Haji Teru yang juga merupakan sepupu dari Syekh Abd. Rahman.
Dari hasil perkawinan Haji Abd. Rasyid bin Abd.
Rahman dengan Sitti Shalehah binti Haji Teru berasal dari turunan ulama daerah
bugis Makassar.2 Dari perkawinan tersebut lahirlah Sembilan orang
anak, diantaranya bernama Muhammad As’ad merupakan anak kedelapan dari Sembilan
bersaudara.3
![]() |
♣ Tulisan ini dimuat dalam buku “As’adiyah
Dulu, Kini, dan Akan Datang” oleh Pengurus Pusat Forum Komunikasi
Mahasiswa Dan Alumni As’adiyah Makassar (PP.FKMA) Periode 2010-2011
♣♣ Guru Besar Fakultas Tarbiyah
Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar.
1 Ummu Kalsum Yunus, Studi tentang
Peranan As’adiyah dalam Memajukan Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan,
Skripsi, (Ujung Pandang, Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin 1990), h. 13.
Lihat pulaMuhammad Yunus Pasandreseng, Sejarah Lahir dan Pertumbuhan
Pesantren As’adiyah Sengkang, (Sengkang, P.B. As’adiyah, 1989-1992), h. 42.
Lihat pula Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, Departemen Agam, Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993), h. 155-156
2 Dra. Ummu Kalsum, M.Pd. I, K.H.
Muhammad As’ad, Pendiri Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, (Makassar,
Alauddin Press. 2008), h.1.
3 I b I d., h.14.
Beliau dididik dan diajar oleh orang tuanya
sendiri, sehingga hanya dalam usia 14 tahun (1921 M) beliau tamat menghafal al-
Qur’an 30 Juz dengan hafalan yang baik dan benar berdasarkan aturan ilmu tajwid
yang ada, dan pada tahun 1923 beliau sempat menghafal al- Fiyah 1000 bait.
Dengan kelancaran dan kefasihannya menghafal al- Qur’an beliau diperkenankan
oleh yang berkuasa di Mesjid Haram Mekah menjadi imam tarawih di Mesjid Haram
selama 3 tahun berturut-turut masing-masing pada tahun 1340 H, 1341 H dan 1432
H. Sejak berumur 14-17 tahun.4
Beliau juga aktif mengikuti pengajian orang
tuanya seperti: kitab-kitab Safinatun Najah, Sabdatul Aqaid, Jurumiah, ilmu
sharaf dan Syarh Dahlan, Syarh al- Azhariyah, Syarh Ibn Aqil dan
Tafsir al- Jalalain.
Pada usia 17 tahun (1942 M) beliau sudah mampu
menghafal beberapa kitab (matan) antara lain. Sullam al- Mantiq.
Mandzumatubnusy Syhniyah, dan an- Nuhbatul Azhariyah.5
Disamping itu beliau aktif mengikuti pengajian
pesantren yang diadakan di Mesjidil Haram Mekkah, dengan guru-guru dari
bermacam-macam bangsa seperti: asy- Syekh Umar Hamdan, Syekh Said Yamani, Syekh
Nazirin, Syekh Jamal Aliki, Syekh Hasan Yamani, Syekh Abd. Jabbar, dan
lain-lain.6
Beliau belajar di Madrasah al- Falah dan aktif
mengikuti pengajian pesantren di mesjid Haram Mekah selama 7 tahun, setelah
memperoleh ijazah dari madrasah al- Falah Mekah. Beliau ikut gurunya yang
bernama Sayyid Ahmad Syarif as- Sunusy ke Madinah dan diangkat sebagai juru
tulis atau sekretaris pribadi, seorang ulama besar di Madinah. Di samping itu beliau

4Ummu Kalsum Yunus, Studi tentang
… op.cit., h. 2. Lihat pula Abd. Azis al- Bone. Lembaga Pendidkan Islam
Di Sulawesi Selatan (Studi Kasus di Perguruan As’adiyah Sengkang), Laporan
Penelitian, (Jakarta, Depag Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1986),
h. 11.
5Dra. Ummu Kalsum, M.Pd.I, K.H.
Muhammad As’ad … , op.cit., h. 15. Lihat pula Muhammad Yunus
Pasanreseng, Sejarah…. Op.cit. h.45.
6I b I d., h.14.
itu beliau telah diizinkan memberi fatwa
(selaku mufti).7
Al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad
As’ad mempunyai kemapuan yang sangat keras dan cita-cita yang sangat tinngi
dalam menuntut ilmu pengetahuan. Pada masa remaja beliau dalam usia 17 tahun telah
ditinggalkan oleh ibunya karena memenuhi panggilan Allah swt., kemudian dalam
waktu yang tidak begitu lama sekitar lima bulan setelah kematian ibunya,
ayahnya yang merupakan pembimbing dan pendidik beliau yang utama dalam
lingkungan keluarga juga mendapat panggilan dari Allah swt., dan keduanya
dimakamkan di kota suci mekah.
Walaupun kematian ayah dan ibunya di tanah suci
Mekah tidaklah menjadi halangan baginya untuk meneruskan cita-citanya yang
mulia itu untuk menuntut ilmu pengetahuan, hingga dengan ketekunan dan
kesabarannya dalam meniti karirnya di bidang ilmu pengetahuan dan pada usia 21
tahun ilmu yan telah diperolehnya bertambah mantap dan sempurna, yang pada
akhirnya mengantar al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad menjadi
seorang ulama yang terkenal di kota Mekah dan menjadi seorang ulama besar yang
disegani.8
Dalam keberadaannya di kota suci Mekah beliau
tidak hanya giat di lapangan ilmu pengetahuan, tetapi beliau juga senantiasa
memonitor keadaan umat islam di tanah bugis khususnya umat Islam yang ada di
Wajo dengan jalan mendengarkan berita-berita yang disampaikan jamaah haji yang
sedang menunaikan ibadah haji di Makkah al- Mukarramah.
Di antara sekian banyak berita yang sangat
menyakitkan hatinya ialah berita tentang kondisi masyarakat Wajo yang telah
memeluk agama Islam,sebagaimana yang dikemukakan A. Razak Dg. Patunru bahwa
masyrakat Wajo telah memeluk agama

7Ummu Kalsum, op. cit., h
8Ummu Kalsum Yunus, Studi tentang
Peranan As’adiyah, Skripsi, op.cit., h. 14. Lihat pula Muh. Hatta
Walinga, Kiyai Haji Muhammad As’ad Hidup Dan Perjuangannya, Skripsi, (Ujung
Pandang, Fakultas Adab, 1401 H), h. 5.
agama Islam sejak dari tahun 1610 M, yaitu pada
masa memerintah raja Wajo yang XIV, La Sangkuru Patau, dan setelah memeluk
agama Islam diberi nama Arab Sultan Abdur Rahman.9 Meskipun
masyarakat Wajo telah memeluk agama Islam namun kenyataanya banyak yang ke luar
dari ajaran aqidah Islam yang sebenarnya. Hal ini disebabkan kepercayaan mereka
terhadap berhala-berhala, khufarat dan takhyul, bid’ah, taklid yang menyesatkan
mereka dari ajaran Islam yang sebenarnya, penyembahan terhadap berhala,
tarekat-tarekat batil. Dan pada waktu itu masih ada kepercayaan akan roh dari
nenek moyang yang dapat menjelma pada anak cucu yang dinamakan adongkokeng.
Juga suka memakai jimat atau batu aqik yang dianggap dapat membawa nasib baik
pada orang yang memakainya, bahkan di Sulawesi Selatan pada umumnya. Di samping
itu perjudian perampokan dan lain sebagainya meraja lelah. Masyarakat
betul-betul buta terhadap ilmu pengetahuan dan agama.
Hal yang demikian inilah yang menggerakkan dan
mendorong hati beliau untuk kembali ke tanah asalnya yaitu tanah bugis Wajo, di
mana saat itu keadaan da’wah Islamiyah sangatlah suram, mesjid dan mushallah
sepi dan kurang, madrasah-madrasah dapat dikatakan tidak ada. Melihat keadaan
yang demikian, maka tergeraklah keinginannya untuk memperbaiki masyrakat,
dengan tujuan akan meluruskan aqidah umat Islam yang telah rusak sesuai apa
yang ada dalam al- Qur’an dan Sunnah Rasulullah.10
Ajakan masyarakat dan keinginan al- Allamah
asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad, maka pada tahun 1928 M/1347 H dalam usia
21 tahun beliau meninggalkan kota tempat kelahirannya tanah suci Mekah
bersama-sama dengan paman beliau bernama H. Abdurrahman Chatib Wattang Belawa.
Dalam perjalannya ke kampong halamannya beliau menyempatkan

9Lihat A. Razak Dg. Patunru, Sejarah
Wajo (Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, 1964), h.
56.
10Ensiklopedi Islam 1, (Jakarta, PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993 M ), h.
178.
Menyempatkan singgah ke Singapura, Johor
Malaysia, dan Pontianak, dan beliau tiba di Sengkang ibu kota Kabupaten Wajo
Propensi Sulawesi Selatan pada bulan Rabiul Akhir 1347 H/1928 M.11
Beliau merasa berkewajiban dan bertanggung
jawab atas segala kesesatan yang dialami masyarakat Wajo, karena berita tentang
kesesatan itu telah berulang kali didengar dari masyarakat Wajo yang berkunjung
ke tanah suci Mekah untuk menunaikan ibadah haji itu. Maka dengan tekat yang
bulat serta niat yang suci yaitu ingin melepaskan masyarakat Wajo yang pada
umumnya masih ada hubungan kekeluargaanya itu, serta memurnikan ajaran-ajaran
Islam. Dan pada kesempatan ini pulalah saatnya beliau memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang telah dituntut selama ini.
Langkah yang pertama ditempuh oleh beliau
setelah berada di kota Sengkang Kabupaten Wajo ialah mengadakan ceramah-ceramah
dan pengajian-pengajian, di samping itu beliau tidak lupa mengadakan pendekatan
kepada tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama dan pemerintah.
Usaha yang pertama-tama beliau lakukan ialah
membuka lembaga pesantren 1347 H/1928 M. Dari pesantren inilah beliau mulai
melancarkan pelajaran penyiaran da’wah Islamiyah ke seluruh lapisan masyarakat.
Mula-mula pengajian-pengajian di pesantren itu dilakukan di rumah kediaman
beliau sendiri tetapi karena murid semakin bertambah banyak akhirnya
dipindahkan ke mesjid Jami’ Sengkang,.12 setelah memperoleh izin
pemerintah Wajo. Dan dengan modal serambi mesjid Jami’ yang ada, diadakan juga
sekolaj madrasah dengan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I).13
Keberhasilan beliau mempelopori pembangunan
mesjid Jami’, tentunya tidak lepas daripada dukungan dan kerja sama yang baik
dari masyarakat, pemuka agama dan pemerintah.
![]() |
11Dra. Ummu kalsum, M.Pd.I, K.H.
Muhammad As’ad … ,op.cit,. h. 21. Lihat pula, Abd. Azis al- Bone, loc.cit.,h
12I b I d., h.3.
13Abd. Azis al- Bone, loc. Cit., h
Dari hasil pendekatan dan kerja sama yang baik
yang telah dilakukan oleh al- Allamah asy-Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad
terhadap masyarakat, pemuka agama dan pemerintah, maka kegiatan da’wah dan
pengajian-pengajian semakin hari semakin berkembang, dan cita-cita beliau untuk
memperbaiki aqidah masyarakat Wajo sesuai dengan aqidah Islam yang sebenarnya
dapat berhasil.
Hal ini terbukti dalam kurun waktu yang tidak
terlalu lama, sejak kedatangannya di Sengkang sampai pada hari wafatnya 12
Rabiul Akhir 1372 H/ 29 Desember 1952 M. beliau dapat mengubah keadaan
masyarakat Wajo dari kegelapan kepada cahaya kebenaran ajaran aqidah Islamiyah,
malah kota Sengkang dapat menjadi pusat pendidikan agama Islam dengan
berhasilnya beliau mendirikan sebuah Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I).14
Pada awal pembukaan madrasah ini hanya tingkat
tahdhiriyah 3 tahun, dan anak didik duduk bersila disamping Selatan mesjid
Jami’ Sengkang. Oleh karena anak didik berdatangan banyak dari daerah luar Wajo
seperti Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera, dengan memiliki pengetahuan agama
yang bermacam-macam tingkatannya, bahkan ada yang belum mengetahui apa-apa
tentang Islam, maka di dalam mengatur waktu anak didik masuk (diterima) menjadi
pelajar tidak terikat sama sekali dengan tahun ajaran baru, begitu pula umur
anak didik tersebut. Anak-anak yang baru masuk setelah diuji seperlunya,
dimasukkan ke kelas yang sesuai dengan pengetahuan agamanya, sedang umur tidak
terlalu ditekankan.
Setelah tingkat Tahdhiriyah 3 tahun lalu
diadakan tingkat ibtidaiyah 4 tahun, dan setelah itu diadakan pula tingkat
Tsanawiyah 3 tahun. Tenaga Tsanawiyah inilah yang menjadi guru bantu bila
guru-guru tetap berhalangan mengajar karena sakit atau bepergian. Demikian
pengaturan yang dilaksanakan oleh pendiri As’adiyah ini. Madrasah Arabiyah
Islamiyah (M.A.I) berjalan dengan tenaga-tenaga guru yang lebih bersifat sukarela
![]() |
14K.H.M. Yunus martan, Buku
Setengah Abad As’adiyah, (Sengkang, Pimpinan pusat As’adiyah, 1982), h. 2.
Sukarela, bahkan pengetahuan di bidang dana pun
belum begitu diperhatikan.
Baru pada tahun 11936 M, anak didik Ibtidaiyah
dan Tsanawiyah sudah duduk di bangku dan mempunyai meja tulis. Adapun anak
didik tingkat Tahdhiriysh tetap duduk bersila di samping mesjid Jami’, demikian
pula halnya anak didik penghafal al- Qur’an.
Secara resmi beliau tidak membuka tingkat
Aliyah, tetapi para guru-gurunya (yang membantunya) tetap belajar terus
sepanjang kemampuannya dengan menamatkan beberapa kitab agama islam yang lebih
tinggi yang pernah dipelajarinya.15
Kemudian pada bulan Zulhijjah 1348 H/Mei 1930
M. pesantren tersebut dikembangkan dengan mendirikan sebuah madrasah yang
diberi nama dengan “Madrasah Arabiyah Islamiyah” yang disingkat M.A.I sebagai
suatu bagian dari pendidikan madrasah itu berarti bahwa al- Allamah asy- Syekh
Kiyai Haji Muhammad As’ad menempuh suatu cara baru dalam dunia pendidikan yaitu
penggabungan antara sistem pendidikan pesantren dengan sistem madrasah. Sistem
ini sebagaimana dikemukakan oleh Abu Hamid bahwa Perguruan As’adiyah adalah
salah satu lembaga pendidikan yang tergolong modern.16
Madrasah Arabiyah Islamiyah ini mempunyai corak
tersendiri jika dibanding pada periode sebelumnya, yaitu pelajaran yang
diajarkan hanya terdiri dari bidang studi agama semata-mata, dan murid-muridnya
hanya terdiri dari pria saja, pada umumnya pengajian itu diberikan pada waktu
selesai shalat Azar, shalat Magrib, dan sesudah shalat Subuh. Selain itu dibuka
pula Tahfidul Qur’an khusus membina santri-santri membaca dan menghafal al-
Qur’an.
Kurikulum yang dipakai pada madrasah tersebut
yaitu gabungan dari sistem madrasah al- Falah di kota Mekah, sistem

15I b I d., h.
16Taufiq Abdullah (ed), Agama dan
Perubahan Sosial (Cet. 1; Jakarta: CV. Rajawali, t. th.) h. 368
sistem al- Azhar di Mesir, dan sistem kurikulum
madrasah-madrasah di Madinah. Maka dengan demikian tidak diherankan kalau dalam
waktu singkat Madrasah Arabiyah Islamiyah mampu mencetak ulama-ulama, tokoh-tokoh
Islam dan kader-kader muballig yang membawa angin baru di tengah masyarakat
Wajo khususnya dan masyarakat Sulawesi Selatan serta daerah sekitarnya.
Dengan adanya ulama dan tokoh-tokoh Islam yang
dicetak oleh M.A.I. ini, maka lahirlah lembaga pendidikan Islam yang mengurus
dirinya sendiri secara otonom dan diasuh olehlulusan M.A.I. sendiri, antara
lain:
1.
Madrasah
Darul Da’wah Wal- Irsyad (DDI), didirikan di Mangkoso (Barru) pada tahun 1938 M
dan diasuh oleh Kiyai Haji Abd. Rahman Ambo Dalle.
2.
Yayasan
Pendidkan Islam Ganra, didirikan di Ganra (Soppeng) pada tahun 1939 M dan
diasuh oleh Kiyai Haji Abd. Rahman.
3.
Yayasan
Perguruan Islam Boewe, yang didirikan di Watang Soppeng pada tahun 1961 M,
diasuh oleh Kiyai Haji Daud Ismail.
4.
Ma’hadud
Dirasatil Islamiyah Wal- Arabiyah, didirikan di Kita Madya Ujung Pandang tahun
1965 M, dan diasuh oleh Kiyai Haji Abd. Kadir Khalid, M.A.
Dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan
tersebut, maka terlihatlah betapa besar jasa al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad
As’ad pendiri M.A.I dalam pembangunan spiritual masyarakat dan bangsa.
Dalam menyebar luaskan da’wah Islamiyah, selain
melaui media pendidikan pesantren dan madrasah, beliau juga aktif menulis
buku-buku dan menerbitkan majalah yang meliputi masalah-masalah: aqidah, fiqh,
tarikh, pengetahuan umum, fatwa-fatwa dan lain sebagainya. Majallah itu beliau
namakan “al- Mauizatul Hasanah”, majalah bulanan. Tulisan-tulisan beliau dalam
bentuk buku yaitu dua macam: ada yang diperuntukkan kepada masyarakat awam dan
ada juga yang diperuntukkan kepada santri-santrinya, ada yang berbahasa Arab
dan ada pula yang berbahasa bugis.
Adapun tulisan-tulisan beliau antara lain: 1).
Izhar al- Hakikiyah tentang aqidah yang menyimpang dan macam-macam kemusyrikan,
ditulis dalam bahasa bugis, 2). as-Sirah an- Nabawiyyah, ditulis dalam bahasa
Arab dan bugis, 3). Kitab al- Aqaid, ditulis dalam bahasa bugis, 4). Kitab az-
Zakah ditulis dalam bahasa bugis dan Indonesia, 5). Al- Kaukabul Munir, materi
yang diajarkan di Madrasah, dalam bahasa Arab, 6). Ilmu Ushul Fiqh, ditulis
dalam bahasa Arab, 7). Tuhfatul Faqir, syarah dan Kaukabul Munir, ditulis dalam
bahasa Arab, 8). Irsyadul Ammah, membahas tentang shalat, ditulis dalam bahasa
bugis, 9). Al- Ibrahimul Jahiliyah, ditulis dalam tiga bahasa, yaitu: bahasa
Arab, Indonesia dan bugis, 10). Al- Akwibatul Mardiyah, tentang wajibnya
khutbah jum’atitu berbahasa Arab, ditulis dalam tiga bahasa yaitu: bahasa Arab,
Indonesia dan bugis, 11). Tafsir Surah an- Naba’, ditulis dalam bahasa
Indonesia dan bugis, 12). Nibrsun Nasik, berisi tentang manasik haji, ditulis
dalam bahasa bugis, 13). Sabil as- Sawab, berisi tentang puasa, ditulis dalam
bahasa bugis, dan Indonesia, 14). Majallah al- Mauidhatul Hasana,17
sayangnya tulisan-tulisan ini sudah sulit ditemukan.
Usaha-usaha tersebut di atas, nama beliau
semakin masyhur ke pelosok-pelosok daerah Sulawesi Selatan, seperti Bone,
Soppeng, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Kalimantan, Palu dan lain sebagainya.
Kedatangan beliau di daerah Wajo itu, adalah
merupakan rahmat Allah swt,. Kepada masyarakat bugis khusus Wajo. Oleh sebab
itu masyarakat Wajo sangat mengagumi dan hormat kepada beliau, dan dari
kalangan masyarakat lahir panggilan penghormatan kepada beliau yaitu Anre
Gurutta Aji Sade ri Sengkang, maksudnya Guru Besar kita Haji Muhammad As’ad di
Sengkang.
Kemasyhuran nama beliau sebagai seorang ulama
yang luas pengalamannya dan dalam ilmu pengetahuannya, membuat masyarakat
tertarik kepadanya dan selalu ingin berhubungan

17Dra. Ummu Kalsum, M.Pd.I., K.H.
Muhammad As’ad …, op.cit., h. 19.
berhubungan dengannya, sehingga daerah-daerah
yang agak jauh dari tempat beliau itu meminta untuk didirikan madrasah di
daerahnya agar ada hubungan antara mereka dengan beliau sekurang-kurangnya
hubungan batin melalui madrasah
tersebut.
Dalam mengendalikan madrasah tersebut al-
Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad dibantu oleh tiga orang ulama
besar yaitu: Sayyid Abdullah Dahlan Garut, alumni madrasah kota mekah dan
Madinah, Syekh Mahmud Abdul Jawad, bekas Wali Kolta dan mufti besar di kota
Madinah. Kedua beliau itu yang membantunya mengatur kurikulum, sistem
pendidikan serta organisasi dan administrasi Madrasah Arabiyah Islamiyah,
sedang yang satu orang lagi yaitu Sayyid Ahmad “afifi, beliau adalah alumni
Madrasah Azhar Qairo Mesir, yang membantunya mengatur bidang penghafalan
sebagai salah satu cabang dari pendidikan yang diasuh dan dibina oleh al-
Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad.18
Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama
disertai dengan perjuangan yang gigih tanpa pamrih lewat pesantren dan
madrasahnya, maka berangsur-angsurlah masyarakat Wajo meninggalkan adat
kebiasaan mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam dan aqidah yang murni,
dan kemudian mereka kembali berpegang kepada islam menuntun umat agar tidak
terjerumus ke dalam ajaran-ajaran yang menyesatkan. Tempat-tempat berhala yang
banyak dikunjungi untuk melepaskan nazar dan menyembah berhala telah hilang
satu demi satu diganti dengan munculnya mesjid-mesjid dan mushallah-mushallah
serta madrasah. Tokoh-tokoh penyembah berhala yang tadinya giat melayani
berhala-berhala berubah menjadi pengurus mesjid atau madrasah. Kalau tadinya
masyarakat menghabiskan hartanya untuk berpesta pora dalam upacara adat, kini
mulai memperbaiki keadaan ekonominya serta

18Disadur dari Abu Hamid, Sistem
Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan, (Ujung Pandang,
Lembaga Penerbitan UNHAS, 1997), h. 76
serta membantu urusan-urusan sosial seperti
membangun mesjid dan mendirikan madrasah. Perubahan sikap dan perubahan
pandangan masyarakat terhadap hidup dan kehidupan itu adalah berkat bimbingan
al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad yang tiada mengenal lelah.
Madrasah dan pesantren ini pulalah semakin
dikenal orang baik di daerah Wajo sendiri maupun di luar Kabupaten Wajo, malah
sampai ke Kalimantan dan Sumatera, sehingga banyaklah pendatang yang datang ke
daerah Wajo untuk menimba ilmu pengetahuan agama di bawah asuhan dan didikan
langsung oleh al- Allamah asy- Syekh Kiyai Haji Muhammad As’ad. Dari asuhan dan
didikan beliau lahirlah ulama-ulama besar yang tersebar diberbagai daerah dan
sekaligus melanjutkan perjuangan beliau.
Al-
Allamah asy- Syekh Kyai Haji Muhammad As’ad banyak jasanya dalam mengembangkan
pendidikan agama Islam sebagai pelopor pemurnian ajaran agama Islam dan
pembaharuan sistem pendidikan islam. Sistem pendidikan yang dirintis oleh
Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad berbentuk Pondok Pesantren yang
dilengkapi dengan sekolah-sekolah dengan menggunakan sistem klasikal
sebagaimana dilakukan oleh sekolah-sekolah pada umumnya. Lembaga pendidikan
Islam yang dirintis dan dikembangkan oleh Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad
tersebut bernama Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I). Perguruan ini menunjukkan
reputasi sebagai lembaga yang menjadi tempat penempahan dan pengkaderan
tokoh-tokoh muballig dan pendidik agama Islam yang terletak di kota Sengkang
Kabupaten Wajo ± 192 Km di sebalah timur Ujung Pandang (Makassar) ibu kota
Propensi Sulawesi Selatan.19 Pada waktu itu sudah banyak permintaan
yang datang dari berbagai daerah di Sulawesi untuk membuka cabang M.A.I. di
daerahnya, namun Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad belum berkenan membuka
cabang demi menjaga

19Ensiklopedi Islam, loc. Cit,. h.
menjaga keutuhan dan kesatuan M.A.I itu
sendiri.
Pada tanggal 12 Rabiul Awal 1372 H bertepatan
tanggal 29 Desember 1952 M20 Anregurutta Kiyai Haji Muhammad As’ad
berpulang kerahmatullah,. Hal ini sudah barang tentu dapat mengguncang M.A.I.
Namun akhirnya para sesepuh M.A.I. di Sengkang Kabupaten Wajo bersepakat untuk
memanggil dua orang alumni M.A.I. yakni Anregurutta Kiyai Haji Daud Ismail dan
Anregurutta Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan. Mereka berdua diharapkan
melanjutkan usaha yang telah dirintis oleh guru mereka. Kedua beliau itu
mengabulkan permintaan sesepuh M.A.I. Sengkang dan bersedia pindah ke Sengkang.
Anregurutta Kiyai Haji Daud Ismail melepaskan jabatanya sebagai Qadhi di
Cenrana Bone dan Anregurutta Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan terpaksa harus
meninggalkan sekolah yang dipimpinnya di Belawa Wajo, demi memenuhi permintaan
para sesepuh M.A.I. di Sengkang.
Langkah pertama setelah Kiyai Haji Daud Ismail
dan Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan memegang pimpinan Madrasah Arabiyah
Islamiyah tersebut yaitu merubah nama Madrasah Arabiyah Islamiyah menjadi
“Madrasah As’adiyah” yaitu mengambil nama almarhum al- Allamah as- Syekh Kiyai
Haji Muhammad As’ad sebagai kenangan dan mengabadikan nama guru mereka, nama
Madrasah As’adiyah disingkat menjadi M.A. resmi dipakai pada tanggal 25 Sya’ban
1372 H/ 9 Mei 1953 M.21 Madrasah As’adiyah adalah salah satu
pesantren tertua si Sulawesi Selatan yang didirikan oleh al- Allamah asy- Syekh
Haji Muhammad As’ad pada tahun 1930. dengan nama Madrasah Arabiyah Islamiyah.22

20Drs. Abd. Karim Hafid, dkk., Risalah
As’adiyah dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Bugis di Pedalaman Sulawesi
Selatan, Laporan Penelitian, (Sengkang, Perguruan Tinggi Islam As’adiyah
Sengkang (PTIA), 1981/1982), h.8
21K.H.M. Yunus martan, Pimpinan
Pusat As’adiyah …, op.cit, h.12.
22Dra. Ummu kalsum, M.Pd.I, Strategi
Pembelajaran Pendidikan Akhlak Tasawuf dalam Pembentukan Kepribadian Muslim, (Makassar,
Alauddin Press, 2008), h. 12.
Selanjutnya untuk kelancaran pengelolaan M.A.
yang lebih baik dalam penanganan pembinaan madrasah maka pada tahun 1953
dibentuklah suatu Yayasan yang diberi nama Yayasan Perguruan As’adiyah
disingkat Y.P.A pada tanggal 15 Oktober 1953 m dihadapan notaries B.E. Dietz di
Makassar dengan akte nomor 29.23
Pada masa kepemimpinan Kiyai Haji Daud Ismail
(1952-1961), didampingi oleh Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan, As’adiyah
mengalami kemajuan antara lain:
1.Pembukaan cabang As’adiyah baik di dalam maupun
di luar Sulawesi Selatan.
2.Pengembangan kurikulum, dimana selama ini
digunakan kurikulum M.A.I. yang 100% pelajaran agama, maka pada masa ini
kurikulum ini dimodifikasi sehingga menjadi 60 % bidang studi agama, dan 40 %
pengetahuan umum.24
3.Dibuka jenis sekolah baru, yaitu Madrasah
Menengah Pertama (MMP) tahun 1956 M. dan Madrasah Menengah Atas (MMA) tahun
1958 M, yang kurikulumnya 50 % bidang studi agama dan 50 % bidang studi umum.
4.Pelaksanaan Muktamar yang diadakan sekali dalam
tiga tahun.
Pada tanggal 30 April 1961 M. Pimpinan Yayasan
Perguruan As’adiyah diserahkan dari tangan Kiyai Haji Daud Ismail kepada Kiyai
Haji Muhammad Yunus Martan (1961-1986). Serah terima jabatan ini bukan karena
disebabkan habisnya masa jabatan Kiyai Haji Daud Ismail, akan tetapi karena
faktor pisik dan kesehatan yang tidak mengizinkan, ditambah lagi harapan
masyarakat Soppeng agar beliau dapat kembali membina pendidikan agama di
desanya Soppeng.
Sejak tanggal 30 April 1961 m, Pimpinan Yayasan
Perguruan As’adiyah diserahkan ketangan Kiyai Haji Muhammad Yunus Martan sebagi
pimpinan tunggal. Pada periode kepemimpinannya, Madrasah As’adiyah mengalami
perkembangan pesat.

23I b i d,. h.12 s/d 13.
24I b i d,.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Kiyai
Haji Muhammad Yunus Martan, antara lain:
1.
Pembukaan
cabang As’adiyah semakin diperluas ke berbagai daerah baik dalam maupun di luar
Sulawesi Selatan.
2.
Membuka
Taman Kanak-kanak (TK) As’adiyah pada tahun 1963 M
3.
Membuka
Sekolah Dasar (SD) As’adiyah pada tahun 1964 M.
4.
Membuka
sekolah umum yaitu: Sekolah Menengah Pertama (SMP) As’adiyah dan Sekolah
Menengah Atas (SMA) As’adiyah.
5.
Membuka
Perguruan Tinggi Islam As’adiyah (PTIA) kemudian berubah nama Istitut Agama
Islam As’adiyah (IAIA) didirikan pada tahun 1964 M yang terdiri dari tiga
Fakultas: masing-masing Fakultas Ushuluddin, Syari’ah, dan Tarbiyah.
6.
Membuka
Pendidikan Kader Ulama (Ma’hadud Dirasatil Islamiyah Ulya, untuk mengkader
pemuda menjadi ulama muda, pada tahun 1984.
7.
Menerbitkan
Majallah As’adiyah (1956) kemudian berubah namanya menjadi Risalah As’adiyah
(1972), disebar ke cabang-cabang As’adiyah.
8.
Mendirikan
Radio Suara As’adiyah (RSA), pada tahun 1969, disamping media informasi, juga
menjadi sarana untuk pengajian pesantren.25
9.
Mendirikan
Balai Pengobatan dan Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA)
10.
Mendirikan
Toko Kesejahteraan As’adiyah
11.
Mendirikan
Koperasi As’adiyah
12.
Mendirikan
Organisasi Pemuda dan Wanita As’adiyah
Inilah gambaran tentang sejarah lahirnya
As’adiyah yang bermula dari Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I) yang didirikan
oleh al- Allamah asy- Syekh Haji Muhammad As’ad.

25Abd. Karim Hafid, dkk., Risalah, op.
cit., h.19. Lihat pula, Ensiklopedi Islam 1, Ichtiar…,op.cit,h.179.
Kemudian setelah al- Allamah asy- Syekh Haji
Muhammad As’ad meninggal dunia pada tahun 1952 M, maka para sesepuh M.A.I.
sepakat menunjuk Kiyai Haji Daud Ismail didampingi oleh Kiyai Haji Muhammad
Yunus Martan untuk menggantikan kedudukan beliau memimpin lembaga tersebut.
Langkah pertama mereka sepakati adalah merubah
nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (M.A.I) menjadi Madrasah As’adiyah yang
disingkat menjadi M.A sebagai kenangan terhadap gurunya al- Allamah asy- Syekh
Kiyai Haji Muhammad As’ad. Perubahan nama tersebut pada tanggal 25 sya’ban 1372
H bertepatan pada tanggal 9 Mei 1953 M.
Makassar, 01 Ramadhan 1431 H
12
Agustus 2011 M
DAFTAR BACAAN
Abdullah, Taufiq (ed), Agama dan Perubahan
Sosial, Cet. I; Jakarta: CV. Rajawali,t. th.368
al- Bone, Abd. Azis, Lembaga Pendidikan
Islam Di Sulawesi Selatan, Studi kasus di Perguruan As’adiyah Sengkang, Laporan
Penelitian, Jakarta, Depag Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, 1986)
Dg. Patunru, A. Razak, Sejarah Wajo,
Makassar: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan dan Tenggara, 1964.
Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, Departemen
Agama, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1993.
Ensiklopedi Islam 1, Jakarta, PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1993 M.
Hamid, Abu, Sistem Pendidikan Madrasah dan
Pesantren di Sulawesi Selatan, Ujung Pandang, Lembaga Penerbitan UNHAS, 1997.
Kalsum, Ummu, Dra, M.Pd.I, K.H. Muhammad
As’ad, Pendiri Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang, Makassar, Alauddin Press,
2008.
--------- Kalsum, Ummu, Dra., M.Pd, Strategi
Pembelajaran Pendidikan Akhlak Tasawuf dalam Pembentukan Kepribadian Muslim.
Makassar, Alauddin Press. 2008
---------, Studi tentang Peranan As’adiyah
dalam memajukan Pendidikan Islam di Sulawesi Selatan, Skripsi, Ujung Pandang,
Fakultas Tarbiyah IAIN Alauddin 1990.
Karim, Abd. Hafid.dkk., Risalah As’adiyah
dan Pengaruhnya Terhadap Masyarakat Bugis di Pedalaman Sulawesi Selatan, Sengkang,
Perguruan Tinggi Islam As’adiyah Sengkang (PTIA), 1981/1982.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar